Kaidah al-umuru bi maqashidiha

Print Friendly, PDF & Email

Definisi

Kaidah al-umuru bi maqashidiha terdiri dari dua kata, yaitu al-amr dan al-maqashid. Al-Amr maknanya al-fi’lu, yakni perbuatan anggota badan. Dimaknai pula sebagai al-hal yang berkaitan dengan tindakan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt: wa maa amru fir’auna birosyid. (QS. Hud : 97) yang artinya : “Dan tindakan Fir’aun itu tidaklah memberi petunjuk”.

Al-maqashid : yakni niat, maksudnya adalah bahwa perbuatan mukallaf dan tasharruf baik secara qauliyah maupun fi’liyah dapat berbeda sesuai dengan perbedaan maksud dibalik perbuatannya. Misalnya, menghindari makan bangkai. Menurut fiqh, seorang muslim yang menghindari makan bangkai sebab jijik, bukan sebab niat untuk mematuhi Syariah (larangan memakan bangkai), maka ia tidak mendapatkan pahala.

Dalil kaidah

  • Hadis diriwayatkan dari Imam al-Sittah (Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud, at-Tirmizi, Ibn Majah) dari Umar ibn al-Khattab : Innama al-a’malu bi al-niyat.
  • Hadis Riwayat al-Baihaqi dari Anas ibn Malik : Laa ‘amala li man laa niyata lahu.
  • Dan dalam suatu Riwayat dari Anas ibn Malik : Niyatu al-mu’min khairun min ‘amalihi.

Dalil di atas menunjukkan bahwa perbuatan mukallaf dinilai secara Syariah berdasarkan niatnya. Jika niatnya baik, maka perbuatannya sah (baik). Jika niatnya buruk, maka amalnya menjadi rusak.

Baca juga :  Pengertian dan Sifat Dasar Kaidah Fiqih

Hakikat niat

Secara bahasa, niat adalah al-azmu ‘ala al-syai’, yakni kehendak untuk melakukan sesuatu. Secara istilah, niat adalah qashdu al-tha’at (menyengaja untuk taat/patuh), mendekatkan diri kepada Allah dengan adanya suatu perbuatan, atau menghindari sesuatu.

Kegunaan niat

Niat dalam terminologi fiqh memiliki beberapa faidah atau kegunaan. Setidaknya ada 2 kegunaan niat, antara lain :

  1. Membedakan antara ibadah dan adat/kebiasaan;
  2. Membedakan antara ibadah satu dengan lainnya.

Waktu pelaksanaan niat

Mayoritas ulama menyatakan bahwa niat dilaksanakan di permulaan ibadah. Misalnya niat berwudhu, niat menunaikan salat, niat berpuasa, niat membayar zakat dan lain sebagainya.

Syarat niat

Niat menurut para fuqaha memiliki syarat-syarat antara lain:

  1. Islam;
  2. Tamyiz;
  3. Mengetahui apa yang diniatkan;
  4. Tidak ada penghalang antara niat dengan apa yang diniatkan.

Turunan kaidah tentang niat di bidang muamalah

Niat dalam ranah muamalah memiliki posisi yang sangat penting. Ia dapat membedakan antara akad yang satu dengan lainnya. Ketidaksesuaian antara niat dengan praktiknya dalam muamalah dapat berakibat konflik antar pelaku yang bertransaksi dan bahkan dapat merusak transaksi itu sendiri. Kaidahnya sebagai berikut:

Al-ibrah fi al-‘uqud li al-maqashid wa al-ma’ani laa li al-alfaz wa al-mabaani.

“Hakikat dari suatu akad tergantung pada niat dan maknanya, bukan pada lafaz dan bentuknya.”

Contohnya adalah akad-akad dalam perbankan Syariah, yang seringkali melibatkan niat dari transaksi antar pelakunya, bahkan terkait dengan esensi dari pemberlakuan akad yang dapat berdampak terhadap hukum yang ditimbulkannya.

Baca juga :  Pengertian dan Sifat Dasar Kaidah Fiqih
Suka artikel ini? Silakan Share.