Bismillaahirrahmaanirrahiim. Kami awali dengan penjelasan tentang al-hadd. Dari al-hadd diketahui hakikat setiap hal yang akan kami sampaikan. al-Hadd adalah ibarah (pemahaman harfiah) dari suatu maksud terhadap hal-hal yang membatasinya. Ia mencegah masuknya sesuatu di luar dirinya atau mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Hukum al-hadd adalah menolak atau mengeluarkan, sehingga ditemukan apa yang dibatasi (al-mahdud) dengan adanya al-hadd, dan meniadakan al-mahdud dengan ketiadaan al-hadd. Dapat dikatakan bahwa al-hadd adalah batasan atau definisi.
Ilmu adalah mengetahui hal-hal yang ada padanya. Kelompok Mu’tazilah berpendapat bahwa ilmu adalah meyakini sesuatu terhadap apa yang ada padanya bersamaan dengan tenangnya jiwa. Hal ini tidaklah benar, karena keyakinan orang yang bermaksiat terhadap apa yang ia perbuat (sebagai sesuatu yang benar) tercakup pula dalam definisi tersebut, padahal itu bukan ilmu.
Ilmu ada 2 (dua), yakni ilmu qadim dan ilmu muhdats. Qadim adalah ilmu Allah ‘azza wa jalla, berkaitan dengan segala hal yang dapat diketahui. Ia tidak disifati karena dharuri, serta tidak diusahakan (muktasab). Muhdats adalah ilmu ciptaan, ada yang bersifat dharuri, ada pula yang muktasab.
Dharuri adalah ilmu yang lazim dimiliki makhluk karena jiwa tidak mungkin menolaknya sebab keraguan atau syubhat. Misalnya ilmu dari panca indra, yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa dan sentuhan. Termasuk pula ilmu tentang berita yang dituturkan secara mutawatir oleh umat-umat terdahulu. Ilmu dharuri lainnya adalah hal-hal yang dihasilkan oleh jiwa mengenai kondisi jiwa seperti sehat, sakit, sedih, senang dan hal-hal di luar dirinya misalnya ketekunan, kebahagiaan, kesusahan, kegelisahan, ketakutan serta hal-hal dharuri lainnya yang dapat diketahui.
Ilmu muktasab adalah setiap ilmu yang memerlukan pemikiran dan penelitian, misalnya ilmu tentang kefanaan alam dan keabadian penciptanya, kebenaran utusan-utusan (nabi dan rasul), wajibnya salat beserta jumlahnya, wajibnya zakat serta nishabnya dan lain-lain yang memerlukan pemikiran dan penelitian.
Definisi jahl adalah penggambaran sesuatu yang diketahui berbeda dengan keadaan sebenarnya. Zhann (prasangka kuat) memperkenankan dua hal berbeda di mana salah satu lebih unggul dari lainnya. Misalnya keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang diberitakan secara terpercaya kepadanya, maka ia boleh untuk tidak mempercayainya. Contoh lainnya adalah prasangka seseorang terhadap mendung yang tebal akan mendatangkan hujan, namun bisa jadi mendung itu lenyap dan tidak terjadi hujan. Keyakinan seorang mujtahid dalam memberi fatwa tentang masalah khilafiyah, maka bisa saja dia menetapkan hal yang sebaliknya.
Syak (keraguan) adalah menerima dua hal dan tidak mengunggulkan satu sama lain. Misalnya keraguan seseorang terhadap mendung yang tidak tebal, yang memungkinkan terjadi hujan atau tidak hujan. Contoh lainnya adalah keraguan mujtahid terhadap persoalan yang tidak dapat diputuskan dari suatu ucapan ataupun hal-hal lain yang tidak semestinya untuk ditetapkan salah satu dari dua hal yang sama-sama dapat diterima.
Notes: tulisan ini merupakan terjemah bebas dari kitab al-Luma’ karya Abu Ishaq al-Shirazi dalam Bab “Penjelasan ilmu dan zhann serta yang berkaitan dengan keduanya”.